Walaupun lokomotif uap CC10 sudah dapat
memenuhi kebutuhan angkutan barang di jalur kereta api yang melalui
pegunungan di Jawa Barat namun perusahaan kereta api Staats Spoorwegen
(SS) masih membutuhkan lokomotif dengan daya yang lebih kuat dari
lokomotif yang sudah ada dan mampu berbelok dengan mulus pada tikungan
yang tajam pada jalur pegunungan di Jawa Barat. Tugas ini dipercayakan
kepada lokomotif DD50, DD51 dan DD52. Lokomotif uap DD50, DD51 dan DD52
merupakan lokomotif tipe Mallet generasi ketiga, keempat dan kelima yang
beroperasi di Indonesia. Ketiga seri lokomotif uap tersebut memiliki
susunan roda 2-8-8-0.
Lokomotif DD50 memiliki berat 133 ton,
panjang 20737 mm dan mampu melaju hingga kecepatan 40 km/jam. Lokomotif
DD51 memiliki daya berat 137 ton, panjang 20737 mm dan mampu melaju
hingga kecepatan 40 km/jam. Lokomotif DD52 memiliki daya 1850 HP (horse
power), berat 136 ton, panjang 20792 mm dan mampu melaju hingga
kecepatan 50 km/jam. Dengan spesifikasi teknis yang seperti itu maka
lokomotif DD50, DD51 dan DD52 merupakan lokomotif uap terbesar yang
pernah beroperasi di Indonesia.
Pada tahun 1916, SS memesan 8 unit
lokomotif DD50 pabrik ALCO (American Locomotive Co, Amerika Serikat).
Kemudian pada tahun 1919, SS kembali memesan 12 unit lokomotif DD51 ke
pabrik ALCO dengan konstruksi yang sama dengan lokomotif DD50 namun
dengan design teknis yang lebih baik. Lokomotif DD50 dan DD51 mampu
melaju hingga kecepatan 40 km/jam. Pada tahun 1923, SS kembali memesan
10 unit lokomotif DD52 dengan konstruksi yang sama dengan lokomotif
DD50/DD51 namun dengan kecepatan maksimum yang lebih tinggi yaitu 50
km/jam. Namun pemesanan lokomotif DD52 ini dilayangkan kepada 3 (tiga)
pabrik lokomotif di Eropa (Hanomag/Jerman, Hartmann/Jerman and
Werkspoor/Belanda).
Operasional Lokomotif seri DD ini hanya
bertahan sampai dengan tahun 1974 dan tak ada satupun yang tersisa,
seiring dengan penggantian penggunaan lokomotif uap dengan lokomotif
diesel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar